Rabu, 06 Mei 2009

Kematian Mola Mola, Peringatan Dini Kerusakan Terumbu Karang

JAKARTA – Pada akhir Maret 2009 lalu, beberapa penyelam di Pulau Air di Kepulauan Seribu, dikagetkan dengan kehadiran seekor ikan mola-mola kecil. Kaget, karena tak pernah ikan mola-mola ditemukan di wilayah itu. Lebih terkejut lagi ketika si kecil Mola kemudian mati, beberapa saat setelah ditemukan para penyelam tersebut.

Apen Sukmawijaya, salah seorang staf di Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu (TNKS) menceritakan kejadian tersebut, baru-baru ini. “Ikan itu tiba-tiba saja muncul,” katanya. Ukurannya yang masih kecil, menunjukkan bahwa ikan ini masih bayi, bila dibandingkan dengan induknya yang bisa bertubuh tiga kali lebih besar daripada manusia dewasa. Sayangnya, beberapa saat kemudian ikan tersebut mati.

Dari beberapa penelitian, mola-mola pernah ditemukan di beberapa tempat di Indonesia. Di Nusa Penida Bali, kehadirannya kerap dijadikan promosi wisata. Selain itu, di Taman Nasional Komodo di Nusa Tenggara Timur (NTT), Taman Nasional Wakatobi di Sulawesi Tenggara (Sultra), dan Kepulauan Raja Ampat di Papua Barat, kadang ditemukan spesies mola-mola.

Sepanjang tahun 2008, kehadiran ikan mola-mola teridentifikasi di Molas dan Talise di Sulawesi Utara. Di Molas ditemukan karena terkena jaring nelayan, kemudian mati dan dipotong-potong warga. Sementara yang ditemukan di Talise, sempat diberi perlakuan khusus agar tetap hidup, tapi sayangnya tetap menemui ajal juga. Sementara kehadiran ikan mola-mola di Kepulauan Seribu baru pertama kali ini terjadi. Kemunculan mola-mola itu tak bisa dianggap biasa.

“Ikan mola-mola adalah ikan laut dalam (ditemukan hingga kedalaman 600 meter, rata-rata 200 meter), maka ada kemungkinan yang di Nusa Penida berasal dari Samudra Hindia. Mereka “mampir” ke perairan Nusa Penida untuk membersihkan parasit di tubuhnya dengan bantuan ikan karang dan “berjemur” untuk mendapatkan sinar matahari,” urai Marthen Welly, Pimpinan Proyek The Nature Conservancy (TNC) untuk Nusa Penida, melalui surat elektronik, awal bulan ini.

Pada waktu-waktu tertentu, ikan mola-mola naik ke permukaan, sebagai penyesuaian suhu tubuhnya akibat terlalu lama berada di laut dalam, yang memiliki suhu rendah. Itu sebabnya ikan ini kadang disebut sebagai oceanic sunfish, karena kerap dijumpai sedang “berjemur” di perairan dangkal sekitar samudra. Selain berjemur ikan yang bisa memiliki tubuh hingga 3,2 meter ini suka berada di daerah terumbu karang. Lantaran dengan bantuan ikan karang seperti ikan bidadari (angle fish) dan ikan bendera (banner fish), ikan mola-mola bisa membersihkan dirinya.

Dari perilaku itu, maka wajar bila mola-mola juga terlihat di daerah Manado yang merupakan salah satu daerah dengan terumbu karang terbaik di Indonesia. Ditemukannya mola-mola di Taman Nasional Komodo, Wakatobi dan Kepulauan Raja Ampat juga masuk akal. Namun akan menjadi pertanyaan besar, ketika ikan itu juga terlihat di Kepulauan Seribu.

Tak Wajar
Augy Syahilatua dari Pusat Penelitian Oseanografi-Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2O-LIPI), memperkirakan kematian mola-mola tak wajar. Mengingat biasanya ikan ini hidup pada kedalaman 30-480 meter, menurut teori Fishbase, tahun 2009. Marthen Welly mengemukakan asumsi serupa. Menurutnya, perairan TN Kepulauan Seribu kerap tercemar oleh tumpahan minyak.

Terlepas dari berbagai teori kematian itu, kerusakan lingkungan hidup juga dapat menjadi penyebabnya. Seperti berkurangnya sumber makanan mola-mola seperti ubur-ubur, udang, zooplankton, cumi dan ikan-ikan kecil. “Bahkan ikan mola-mola kerap dijumpai mati akibat memakan sampah plastik di laut yang mereka kira ubur-ubur,” lanjut.

Sementara penyebab ikan tersebut ada di Kepulauan Seribu, dianalisis karena semakin berbedanya kondisi suhu lautan akibat pemanasan global. Seperti di Nusa Penida, beberapa penyelam pernah menjumpai mola-mola pada Desember-Januari, padahal biasanya antara Juli–September. Diperkirakan perubahan iklim akibat kerusakan lingkungan turut memengaruhi perilaku mola-mola, karena suhu air laut juga berubah. Ketersediaan makanan yang semakin berkurang dan semakin sedikitnya ikan bidadari dan ikan bendera akibat kerusakan terumbu karang juga kian memperlihatkan perilaku mola-mola yang menyimpang.

Kematian mola-mola kecil di Kepulauan Seribu, bisa jadi lantaran terpisah dari kelompok besar atau induknya, sementara panas laut kemudian mengantarnya ke perairan utara Jakarta yang hangat. Namun karena kondisi lingkungan yang buruk di sana serta buruknya kualitas makanan, ikan tersebut akhirnya menemui ajal. Sayangnya, belum ada studi yang mendalam tentang hal ini. Seperti jalur ruaya (imigrasi) ikan mola-mola dan beberapa perilaku yang belum diketahui.

Kini ikan mola-mola yang ditemukan di Talise dan Kepulauan Seribu telah diawetkan. Khusus yang ditemukan di Talise, akan dipamerkan dalam Konferensi Kelautan Internasional (WOC) di Manado, bulan Mei nanti, sebagai pertanda peringatan dini mengenai buruknya wilayah terumbu karang. (sulung prasetyo)

sumber : http://www.sinarharapan.co.id/berita/0904/30/kesra03.html

Tidak ada komentar: