Coral Triangle Center (CTC) dibantu seorang volunteer Erasmus Mundus Msc - Cassandra Tania telah melakukan Willingness to Pay Study untuk Kawasan Konservasi Perairan (KKP) Nusa Penida. Study ini merupakan bagian dari kajian terkait pembuatan mekanisme pendanaan jangka panjang untuk KKP Nusa Penida.
Dari sekitar 300 responden yang diwawancarai terdiri dari turis mancanegara (Amerika, Eropa, Australia dan Asia) dan domestik (Indonesia) beserta dive and boat-cruise operator di dapatkan hasil bahwa rata-rata ingin berkontribusi atau memberikan sumbangan untuk upaya pengelolaan KKP Nusa Penida melalui pemberlakukan biaya masuk (entrance fee) berkisar antara $5 - $15.
CTC akan menggabungkan hasil Willingness to Pay Study ini bersama dengan profile wisata bahari Nusa Penida yang telah dibuat sebelumnya bekerjasama dengan mahasiswa Universitas Brawijaya dan biaya yang dibutuhkan untuk mengelola KKP Nusa Penida setiap tahunnya, guna menentukan mekanisme pendanaan jangka panjang KKP Nusa Penida. Pada prinsipnya mekanisme tersebut harus sesuai dengan aturan dan hukum yang berlaku, akuntable dan transparan.
Mekanisme pendanaan jangka panjang ini merupakan salah satu indikator di dalam tata kelola sebuah KKP disamping indikator ekologi dan sosial ekonomi.
Kamis, 17 November 2011
Kamis, 22 September 2011
Nusa Penida : Monitoring Terumbu Karang 2011
Coral Triangle Center (CTC) kembali mengadakan pelatihan dan monitoring kesehatan karang (reef health monitoring) 2011 di Nusa Penida. Kegiatan ini didanai oleh USAID-CTSP untuk project site Nusa Penida yang difasilitasi oleh CTC dan bertujuan sebagai data penunjang bagi pembuatan zonasi dan rencana pengelolaan jangka panjang KKP Nusa Penida. CTC sendiri bersama dengan DPPK Klungkung dan mitra lainnya telah melaksanakan kegiatan monitoring terumbu karang dan ikan secara rutin setiap tahun di Nusa Penida sejak 2002, dimana saat itu CTC masih berada dibawah TNC-IMP.
Kegiatan training Reef Health Monitoring (RHM) diikuti oleh para mahasiswa dari klub-klub selam di Universitas seperti IPB, UGM, UNDIP, Brawijaya dan UNHAS. CTC juga dibantu oleh para mitra seperti DPPK Klungkung, DKP Propinsi Bali, Reef Check Indonesia, TNC Indonesia Marine Program dan CORAL. Total 18 peserta dan fasilitator terlibat dalam pelatihan yang dilaksanakan selama 2 hari yaitu tanggal 6 dan 7 September.
Kegiatan training dilanjutkan dengan mengadakan monitoring kesehatan karang secara langsung di Kawasan Konservasi Perairan (KKP) Nusa Penida. Kegiatan RHM ini dilaksanakan mulai tanggal 8 - 13 September 2011. Monitoring dilakukan di 12 titik pengamatan di kedalaman 3 dan 10 meter. Metode yang digunakan untuk pengamatan terumbu karang adalah Point Intercept Transect (PIT), sementara untuk ikan dengan menggunakan visual sensus dan long-swim method. Pengamatan penyakit karang juga dilakukan oleh rekan-rekan dari TNC-IMP.
Hasil sementara dari kegiatan RHM adalah pada kedalaman 3 meter dijumpai percent cover terumbu karang 60%, sementara itu dikedalaman 10 meter adalah 80%.Terkait dengan penyakit karang, Dr. Joanne Wilson - Lead Scientist TNC-IMP mengatakan bawah berdasarkan hasil pengamatannya terumbu karang di Nusa Penida dalam kondisi sehat. Hampir tidak dijumpai penyakit di 12 titik pengamatan yang ada. Hal ini menunjukan bahwa kondisi terumbu karang di Nusa Penida masuk dalam kategori baik. Kegiatan pelatihan dan RHM juga diliput oleh team Expedition dari Metro-TV sebagai media partner.
Minggu, 31 Juli 2011
Kantor Coral Triangle Center (CTC) Diresmikan
Bertempat di jalan Danau Tamblingan No 78, Sanur - Bali, Indonesia, kantor Coral Triangle Center (CTC)- sebuah LSM Indonesia bergerak di bidang pelestarian sumberdaya hayati pesisir dan laut, khususnya di wilayah segitiga karang dunia (coral triangle) telah diresmikan pada tanggal 30 Juli 2011.
Pada acara launching kantor CTC, dihadiri oleh segenap mitra CTC baik dari Kementerian Kelautan dan Perikanan, perwakilan pemerintah Propinsi Bali, Kepala Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan (DPPK) KLungkung, LSM, masyarakat Nusa Penida, para pengusaha wisata bahari, donor, dan para sahabat CTC.
Bapak Geaorge Tahija, Chair of Board CTC memberikan ucapan selamat datang dan sambutan bersama dengan Bapak Suseno - vice head of CTI regional secretariat dan Bapak Suarbawa, tokoh masyarakat yang sangat concern terhadap pelestarian dan pesisir laut di Nusa Penida.
CTC adalah sebuah LSM berbadan hukum Indonesia, fokus pada pengembangan kapasitas (capacity building) terkait konservasi kelautan di kawasan regional segitiga karang (coral triangle) yang meliputi enam negara yaitu Indonesia, Philipina, Malaysia, Timor Leste, Papua New Guinea dan Salomon Island. Program CTC juga dilaksanakan dalam rangka mendukung Coral Triangle Initiative (CTI).
Saat ini CTC bekerjasama dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan dalam pengembangan berbagai pelatihan terkait konservasi laut dan sekolah untuk pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan (school for MPA managers). CTC juga mengembangkan learning site di Nusa Penida sebagai site percontohan pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan (KKP) dan juga jejaring pembelajaran (learning network) di tingkat regional.
Harapannya kedepan CTC akan menjadi regional hub terkait training and learning konservasi laut dengan didukung oleh ke-12 advisory boardnya yang berasal dari enam negera coral triangle.
www.coraltrianglecenter.org
Kamis, 28 Juli 2011
KKP Tetapkan Kawasan Konservasi Nusa Penida
JAKARTA - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menetapkan Nusa Penida, Bali,sebagai kawasan konservasi kelautan. Penetapan itu bertujuan melindungi kekayaan laut dan mengembangkan pariwisata, sehingga dapat meningkatkan ekonomi masyarakat setempat Luas areal kawasan konservasi Nusa Penida 20.057 hektare (ha).
"Masyarakat setempat umumnya nelayan, dan pendapatan mereka diperoleh dari laut Karena itu, kawasan di mana mereka menggantungkan hidup harus dilindungi," kata Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad di Denpasar, Bali, Minggu (21/11).
Fadel mengatakan, selain kawasan konservasi perairan Nusa Penida, kawasan serupa juga berada di beberapa wilayah Indonesia. Pembentukan kawasan tersebut menjadi bagian dari penerapan inisiatif segi tiga terumbu karang atau coral triangle inisiatif(Lil). Inisiatif segi tiga terumbu karang diprakarasi lima negara, yakni Indonesia, Filipina, Malaysia, Timor Leste, Papua Nugini, dan Kepulauan Solomon.
Kawasan konservasi perairan Nusa Penida ini akan mendukung dan memenuhi target Indonesia memiliki kawasan konservasi seluas 20 juta hektare pada tahun 2020. Kini terdapat total luas kawasan konservasi perairan 13 juta hektare.
Sebelum ditetapkan sebagai kawasan konservasi perairan, kawasan ini telah dikaji aspek ekologi laut yang dilakukan beberapa ahli kelautan dunia, seperti DR Emre Turak dan Gerry Allen tahun 2009. Dalam kajian dua ahli ekologi bereputasi internasional itu ditemukan 296 jenis karang dan 576 jenis ikan, lima jenis ikan di kawasan Nusa Penida spesies baru. Selain itu, terdapat 1.419 hektare terumbu karang, 230 hektare hutan mangrove dengan 13 jenis mangrove, dan 108 padang lamun dengan delapan jenis lamun.
Pembuatan Zona
Fadel menjelaskan, pihaknya kini sudah menetapkan zonasi kawasan konservasi perairan Nusa Penida sekaligus pendanaan jangka panjang. Pengembangan kawasan itu, kata Fadel, harus didukung pendanaan yang memadai guna memadukan pengembangan kelautan dan pariwisata.
Pengembangan kawasan ini selain diprakarsai KKP juga didukung The Nature Conservancy (TNC) Indonesia Marine Program dengan didukung oleh USAID Coral Triangle Support Partnership. Sebelumnya, Lembaga Pembangunan Internasional AS (USAID) berkomitmen untuk memberikan bantuan senilai USS 40 juta, guna mendukung upaya internasional untuk menyelamatkan coral triangle. Biota laut yang masuk dalam program penyelamatan itu yakni hutan bakau, terumbu karang, dan aneka ragam ikan.
USAID dan Deplu AS dalam rtset mereka menyebutkan, perusakan terumbu karang dan penangkapan ikan secara berlebihan akan mengancam keberlangsungan kehidupan masyarakat pesisir. Mereka, tulis riset USAID, 90% menggantungkan hidup di laut
Penghancuran itu juga mengakibatkan kerusakan yang tidak dapat diperbaiki pada ekosistem lingkungan hidup Indonesia yang unik. CTI yang didukung pendanaan oleh USAID berupaya untuk melindungi 6 juta kilometer persegi lautan dan pesisir yang kini terancam rusak.
Coral triangle menjadi pertemuan antara Samudera Hindia dan Pasifik serta menjadi tempat bagi 30% terumbu karang dunia dan 75 % jenis terumbu karang yang sudah dikenal luas di dunia.
Sementara itu. Sekretaris Jenderal (Sekjen) Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) Riza Damanik mengatakan, upaya pemerintah menggenjot produksi perikanan tangkap harus diimbangi dengan upaya melindungi nelayan tradisional.
Menurut Riza, nelayan tradisional menyumbang 75% volume produksi perikanan nasional. Karena itu, pemerintah perlu mendukung nelayan dengan menyediakan fasilitas yang diperlukan. "Subsidi bahan bakar minyak (BBM) dan diversifikasi penggunaan gas harap segera direalisasikan," kata Riza, (jjr)
http://www.kkp.go.id/index.php/arsip/c/3625/KKP-Tetapkan-Kawasan-Konservasi-Nusa-Penida/?category_id=58
"Masyarakat setempat umumnya nelayan, dan pendapatan mereka diperoleh dari laut Karena itu, kawasan di mana mereka menggantungkan hidup harus dilindungi," kata Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad di Denpasar, Bali, Minggu (21/11).
Fadel mengatakan, selain kawasan konservasi perairan Nusa Penida, kawasan serupa juga berada di beberapa wilayah Indonesia. Pembentukan kawasan tersebut menjadi bagian dari penerapan inisiatif segi tiga terumbu karang atau coral triangle inisiatif(Lil). Inisiatif segi tiga terumbu karang diprakarasi lima negara, yakni Indonesia, Filipina, Malaysia, Timor Leste, Papua Nugini, dan Kepulauan Solomon.
Kawasan konservasi perairan Nusa Penida ini akan mendukung dan memenuhi target Indonesia memiliki kawasan konservasi seluas 20 juta hektare pada tahun 2020. Kini terdapat total luas kawasan konservasi perairan 13 juta hektare.
Sebelum ditetapkan sebagai kawasan konservasi perairan, kawasan ini telah dikaji aspek ekologi laut yang dilakukan beberapa ahli kelautan dunia, seperti DR Emre Turak dan Gerry Allen tahun 2009. Dalam kajian dua ahli ekologi bereputasi internasional itu ditemukan 296 jenis karang dan 576 jenis ikan, lima jenis ikan di kawasan Nusa Penida spesies baru. Selain itu, terdapat 1.419 hektare terumbu karang, 230 hektare hutan mangrove dengan 13 jenis mangrove, dan 108 padang lamun dengan delapan jenis lamun.
Pembuatan Zona
Fadel menjelaskan, pihaknya kini sudah menetapkan zonasi kawasan konservasi perairan Nusa Penida sekaligus pendanaan jangka panjang. Pengembangan kawasan itu, kata Fadel, harus didukung pendanaan yang memadai guna memadukan pengembangan kelautan dan pariwisata.
Pengembangan kawasan ini selain diprakarsai KKP juga didukung The Nature Conservancy (TNC) Indonesia Marine Program dengan didukung oleh USAID Coral Triangle Support Partnership. Sebelumnya, Lembaga Pembangunan Internasional AS (USAID) berkomitmen untuk memberikan bantuan senilai USS 40 juta, guna mendukung upaya internasional untuk menyelamatkan coral triangle. Biota laut yang masuk dalam program penyelamatan itu yakni hutan bakau, terumbu karang, dan aneka ragam ikan.
USAID dan Deplu AS dalam rtset mereka menyebutkan, perusakan terumbu karang dan penangkapan ikan secara berlebihan akan mengancam keberlangsungan kehidupan masyarakat pesisir. Mereka, tulis riset USAID, 90% menggantungkan hidup di laut
Penghancuran itu juga mengakibatkan kerusakan yang tidak dapat diperbaiki pada ekosistem lingkungan hidup Indonesia yang unik. CTI yang didukung pendanaan oleh USAID berupaya untuk melindungi 6 juta kilometer persegi lautan dan pesisir yang kini terancam rusak.
Coral triangle menjadi pertemuan antara Samudera Hindia dan Pasifik serta menjadi tempat bagi 30% terumbu karang dunia dan 75 % jenis terumbu karang yang sudah dikenal luas di dunia.
Sementara itu. Sekretaris Jenderal (Sekjen) Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) Riza Damanik mengatakan, upaya pemerintah menggenjot produksi perikanan tangkap harus diimbangi dengan upaya melindungi nelayan tradisional.
Menurut Riza, nelayan tradisional menyumbang 75% volume produksi perikanan nasional. Karena itu, pemerintah perlu mendukung nelayan dengan menyediakan fasilitas yang diperlukan. "Subsidi bahan bakar minyak (BBM) dan diversifikasi penggunaan gas harap segera direalisasikan," kata Riza, (jjr)
http://www.kkp.go.id/index.php/arsip/c/3625/KKP-Tetapkan-Kawasan-Konservasi-Nusa-Penida/?category_id=58
Wakil Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Ke Nusa Penida
Berkaitan dengan serangkaian acara Kunjungan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat - Hillary Clinton ke Bali pada minggu ketiga Juli 2011, Mario Otero - Wakil Hillary Clinton berkesempatan mengunjungi Kawasan Konservasi Perairan (KKP) Nusa Penida pada tanggal 22 Juli 2011. Kunjungan Maria Otero tersebut untuk melihat salah satu lokasi KKP yang didanai oleh USAID Indonesia.
Pada kunjungan tersebut Wakil Menteri Luar Negeri Amerika Serikat tersebut didampingi oleh Direktur Lingkungan USAID Indonesia - Alfred Nakatsuma, Manager program Kelautan USAID Indonesia Celly Catharina, Kepala Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan Kabupaten Klungkung yang juga sebagai Ketua POKJA KKP Nusa Penida - Drh I.G.N Badiwangsa, Kabid Pulau Pulau Kecil - DPPK Klungkung - Rudiana, CTC MPA Learning Site Manager - Marthen Welly, CTC Outreach Coordinator - Wira Sanjaya, Godan Renosari - Deputi Conservation TNC dan Rudyanto - CSTP Manager TNC.
Pada kesempatan tersebut Ketua POKJA KKP Nusa Penida menjelaskan proses pembentukan KKP Nusa Penida dan kemajuan program terkait KKP Nusa Penida. Mario Otero juga sempat berbincang dan berdiskusi dengan masyarakat di Nusa Lembongan terkait POKMASWAS guna menanggulangi aktivitas menangkap ikan dengan cara merusak di dalam KKP Nusa Penida.
Marthen Welly dari CTC juga menjelaskan kondisi terumbu karang dan mangrove di Nusa penida serta manfaatnya bagi masyarakat Nusa Penida sehingga penting untuk dilindungi melalui pembentukan KKP yang didukung oleh USAID Indonesia.
Sebelum pulang menuju Tanjung Benoa, Maria Otero dan rombongan berkesempatan menyusuri perairan di sekitar Nusa Lembongan dan Nusa Penida untuk melihat secara langsung ekosistem mangrove, kegiatan pariwasata bahari, kegiatan perikanan dan budidaya rumput laut.
Mario Otero mengatakan bahwa pemerintah Amerika Serikat pada prinsipnya sangat senang mendukung upaya pelestarian sumberdaya pesisir dan laut di Nusa Penida untuk kesejahteraan masyarakat Nusa Penida.
Foto by USAID Indonesia
Profil Kawasan Konservasi Perairan (KKP) Nusa Penida
Coral Triangle Center (CTC) yang sebelumnya bernaung dibawah The Nature Conservancy bekerjasama dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan dan Pemerintah Kabupaten Klungkung telah menerbitkan Profil Kawasan Konservasi Perairan (KKP) Nusa Penida, Kabupaten Klungkung - Bali. KKP Nusa Penida sendiri telah dicadangkan melalui Peraturan Bupati Klungkung No.12 tahun 2010 dengan total luas 20.057 hektar.
Profil KKP Nusa Penida setebal 78 halaman ini memuat kondisi umum Kecamatan Nusa Penida, potensi wisata bahari dan potensi perikanan. Selain itu di dalam Profil ini juga terdapat data data ekologi, sosial ekonomi dan oseanografi dari berbagai survey yang dilakukan CTC bersama para mitra. Data-data tersebut diantaranya data jenis terumbu karang, jenis ikan, jenis mangrove, jenis padang lamun, jenis burung, jenis mega-fauna laut, lokasi-lokasi penyelaman (dive point), lokasi-lokasi penangkapan ikan (fishing ground) dan data budaya serta matapencaharian masyarakat Nusa Penida.
Penyusun Profil ini adalah Nyoman Dharma, SH (Ketua POKJA KKP Nusa Penida dari PemKab Klungkung), Drs. Riyanto Basuki, MSi (Kabid KKP Kementerian Kelautan dan Perikanan, Ir. Marthen Welly (CTC Nusa Penida Project Leader).
Profil bisa didapatkan di kantor CTC dan pembuatan profil ini didanai oleh USAID-CTSP Indonesia.
CTC Survey Hutan Bakau (Mangrove) Nusa Penida
Coral Triangle Center (CTC) bekerjasama dengan Badan Pengelola Hutam Mangrove (BPHM) wilayah 1 telah melakukan survey untuk mengidentifikasi jenis hutan bakau (mangrove) di Nusa Penida, Nusa Lembongan dan Nusa Ceningan. Dalam survey tersebut juga dilakukan identifikasi jenis burung yang ada di ekosistem mangrove tersebut.
Hasil identifikasi mangrove yang dilakukan CTC bersama BPHM wilayah 1 di Nusa Penida adalah ditemukannya sebanyak 13 jenis (spesies) mangrove dan 30 jenis burung, 5 diantaranya adalah jenis burung air.
Marthen Welly, CTC Nusa Penida project Leader mengatakan bahwa sebarang mangrove di kecamatan Nusa Penida umumnya berada di dua pulau yaitu Nusa Lembongan dan Nusa ceningan dengan total luas 230,07 hektar. Lebih lanjut Marthen menambahkan bahwa hutan bakau (mangrove) merupakan salah satu ekosistem penting pesisir selain padang lamun dan terumbu karang.
Fungsi penting hutan bakau (mangrove) bagi Kecamatan Nusa Penida yang telah dideklarasikan sebagai Kawasan Konservasi Perairan (KKP) oleh Menteri Kelautan dan Perikanan bersama dengan Gubernur Bali, Bupati Klungkung dan Duta Besar Amerika untuk Indonesia pada bulan November 2010 adalah sebagai tempat berkembang-biak, mencarai makan dan berlindung bagi ikan dan biota laut lainnya. Selain itu hutan bakau (mangrove) berfungsi sebagai benteng alami pantai untuk meredam hempasan ombak dan gelombang sehingga terhindar dari abrasi.
Data lengkap mengenai jeni-jeni hutan bakau (mangrove) dan burung di Nusa Penida dapat dilihat pada : Profil Kawasan Konservasi Perairan Nusa Penida, Kabupaten Klungkung, Bali.
Hasil identifikasi mangrove yang dilakukan CTC bersama BPHM wilayah 1 di Nusa Penida adalah ditemukannya sebanyak 13 jenis (spesies) mangrove dan 30 jenis burung, 5 diantaranya adalah jenis burung air.
Marthen Welly, CTC Nusa Penida project Leader mengatakan bahwa sebarang mangrove di kecamatan Nusa Penida umumnya berada di dua pulau yaitu Nusa Lembongan dan Nusa ceningan dengan total luas 230,07 hektar. Lebih lanjut Marthen menambahkan bahwa hutan bakau (mangrove) merupakan salah satu ekosistem penting pesisir selain padang lamun dan terumbu karang.
Fungsi penting hutan bakau (mangrove) bagi Kecamatan Nusa Penida yang telah dideklarasikan sebagai Kawasan Konservasi Perairan (KKP) oleh Menteri Kelautan dan Perikanan bersama dengan Gubernur Bali, Bupati Klungkung dan Duta Besar Amerika untuk Indonesia pada bulan November 2010 adalah sebagai tempat berkembang-biak, mencarai makan dan berlindung bagi ikan dan biota laut lainnya. Selain itu hutan bakau (mangrove) berfungsi sebagai benteng alami pantai untuk meredam hempasan ombak dan gelombang sehingga terhindar dari abrasi.
Data lengkap mengenai jeni-jeni hutan bakau (mangrove) dan burung di Nusa Penida dapat dilihat pada : Profil Kawasan Konservasi Perairan Nusa Penida, Kabupaten Klungkung, Bali.
Langganan:
Postingan (Atom)